Mari kita lanjutkan serial tulisan Rajab-Syaban-Ramadhan. Tulisan sebelumnya bisa dibaca di tautan berikut :
Isra Mi’raj
Tsulatsiyyat Al-Bukhari

Tulisan ini rencananya mau di-posting di bulan Sya’ban. Berhubung lagi banyak kesibukan ketika menjelang dan selama bulan Ramadhan, akhirnya baru bisa selesaiin tulisannya sekarang hehehe

Oke, lanjut..
Pembahasan kali ini masih terkait keutamaan bulan Sya’ban, secara khusus tentang Shalawat. Lebih spesifik lagi tentang salah satu kitab shalawat paling fenomenal sejagat raya, yaitu Dalail Al-Khayrat.

Apa sih Dalail Al-Khayrat itu?

Dalail Al-Khayrat

Ya Allah curahkanlah shalawat atas penghulu dan pemimpin kami Nabi Muhammad sekaligus pemimpin generasi pertama dan generasi terakhir

Dalail Al-Khayrat wa Syawariqil Anwar fi Dzikr Ash-Shalat ‘Ala An-Nabiyyi Al-Mukhtar atau yang secara singkatnya disebut Dalail Al-Khayrat/Dalail Khairat/Dalail merupakan mushaf kumpulan redaksi shalawat dari semua riwayat hadits-hadits ma’tsur yang bersumber dari Rasulullah ﷺ, para sahabat, tabi’in, tabiit-tabi’in hingga para ulama pada masanya (TG. Miftahur Rahman Al-Banjary, Dalail Khairat, 2021).

Sebelum membahas lebih jauh, alangkah baiknya kita mengenal sang penyusun kitab shalawat Dalail Al-Khayrat ini terlebih dahulu.

Imam Muhammad bin Sulaiman Al-Jazuli

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Sulaiman bin Abu Bakar Al-Jazuli As-Simlali Asy-Syarif Al-Hasani Asy-Syadzili. Beliau merupakan keturunan Rasulullah ﷺ dari jalur Sayyidina Hasan bin Ali radhiyallahu anhumaa. Nama panggilan atau kuniyah-nya adalah Abu Abdullah, maka sering kita baca atau dengar penyebutan namanya dengan Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Sulaiman Al-Jazuli.

Gambar 1 : Wilayah Sus Al-Aqsa, Maroko.
Sumber : Dala’il al-Khayrat: Prayer Manuscripts From The 16th To 19th Centuries (Islamic Arts Museum Malaysia, 2016)

Ia berasal dari kabilah Jazulah di wilayah Sus Al-Aqsa, sebuah kota di barat daya Maroko. Selain itu juga namanya dinisbahkan pada Simlala yang merupakan sub-kabilah penting dari kabilah Jazulah.

Menurut pendapat yang kuat dari para ulama, Imam Al-Jazuli lahir pada tahun 807 Hijriah. Sejak kecil ia gemar mempelajari ilmu agama dan menghafal Al-Quran di kota kelahirannya. Hingga kemudian Ia hijrah ke kota Fez yang saat itu merupakan pusat perkembangan agama Islam di Maroko dalam kekuasaan Dinasti Idrisiyyah. Disini beliau berguru pada Sufi terkemuka pada zamannya antara lain Syaikh Ahmad Al-Zarruq Al-Bamussi dan Syaikh Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad Amghar Al-Shaghir. Dari kota Fez beliau juga melakukan perjalanan ke kota Mekah, Madinah, dan Al-Quds. Beliau pun tinggal di tanah suci sekitar 40 tahun (Islamic Arts Museum Malaysia, 2016).

Kembalinya beliau dari tanah suci ke kota Fez membawa bekal ilmu agama yang semakin mumpuni. Dalam perjalanan ruhaninya juga beliau mengambil jalan Thariqah Syadziliyyah yang dipelopori oleh seorang Sufi ternama, Al-Imam Quthbil Aqthab Sayyidi Syaikh Abu Al-Hasan ‘Ali Asy-Syadzili qaddasalahu sirrahu. Hingga kemudian ada suatu kejadian unik yang menginspirasinya untuk menyusun kitab berisi kumpulan shalawat yang kemudian dikenal dengan Dalail Al-Khayrat ini.

Penyusunan mushaf Dalail dilakukan bersamaan dengan khalwat (mengasingkan diri dari hubungan duniawi untuk fokus mendekatkan diri kepada Ilahi) yang Ia lakukan selama 14 tahun. Setelah merampungkan Dalail Al-Khayrat dan selesai dari khalwat-nya, beliau mengabdikan diri untuk berdakwah di masyarakat. Dakwahnya menarik banyak murid yang ingin berguru kepadanya, hingga jumlah murid di dalam bimbingannya berjumlah 12.665 orang (Sayyid Muhammad Amin bin Syaikh Abu Bakar bin Salim, Dalail Al-Khayrat, 2019).

Imam Al-Jazuli wafat pada tanggal 16 Rabiul Awal tahun 870 Hijriah ketika shalat Shubuh dan dimakamkan pada siang harinya setelah shalat Zuhur. Makamnya berada di kota Fez dan telah dibangun sebuah Zawiyah untuk melestarikan dakwahnya. Di Zawiyah ini setiap hari Kamis secara rutin diadakan pembacaan Dalail Al-Khayrat oleh para pecintanya hingga hari ini.

Gambar 2 : Makam di Zawiyah Imam Muhammad bin Sulaiman Al-Jazuli.
Sumber : Mohammed Khan (Sacred Footsteps, Untold Marrakesh The Seven Saints, 2015)

Hingga kini Imam Al-Jazuli dikenal sebagai salah satu dari tujuh Sufi terkemuka di Maroko dengan sebutan Seven Saints of Marrakech atau dalam bahasa arab Sab’ah Rijal bersama enam Sufi lainnya yaitu Qadi ‘Iyyad bin Musa, Sidi Al-Suhayli, Sidi Yusuf bin ‘Ali As-Sanhaji, Abu Al-Abbas As-Sabti, Sidi Abd al-‘Aziz At-Tabba’, dan Sidi Abdallah Al-Ghazwani radhiyallahu anhum ajma’in.

Penyusunan Dalail Al-Khayrat

Beberapa sumber menyebutkan bahwa Imam Al-Jazuli menghimpun shalawat ke dalam mushaf Dalail Al-Khayrat dengan shalawat-shalawat yang diperolehnya dari Perpustakaan Al-Qarawiyyin kota Fez. Penyusunan mushaf ini secara utuh membutuhkan waktu 14 tahun dalam khalwat-nya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Guy Burak, bahwasannya Imam Al-Jazuli memulai penyusunan Dalail Al-Khayrat sekitar tahun 1453 Masehi (Guy Burak, Collating The Signs of Benevolent Deeds: Muḥammad Mahdī al-Fāsī’s Commentary on Muḥammad al-Jazūlī’s Dalā’il al-Khayrāt and Its Ottoman Readers, 2019).

Gambar 3 : Manuskrip Dalail Al-Khayrat abad ke-10H/16M dari Maroko.
Sumber : Dala’il al-Khayrat: Prayer Manuscripts From The 16th To 19th Centuries (Islamic Arts Museum Malaysia, 2016)

Ada kisah menarik di balik latar belakang penyusunan mushaf Dalail Al-Khayrat ini. Beberapa sumber kitab Dalail Al-Khayrat yang telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh TG. Miftahur Rahman Al-Banjary dan Sayyid Muhammad Amin bin Idrus BSA, kurang lebih berisi keterangan kisah sebagai berikut :

Suatu ketika Imam Al-Jazuli sedang dalam perjalanan menunaikan ibadah haji. Di tengah perjalanan tibalah masuk waktu shalat fardhu. Ia melihat ada sebuah sumur tua dan menghampirinya dengan maksud untuk mengambil air wudhu. Namun di tepi sumur tersebut Ia tidak bisa menemukan tali/timba untuk mengambil air dari dasar sumur.

Di tengah kebingungannya, datanglah seorang anak perempuan menghampirinya sambil berkata, “Siapakah kamu? dan apa yang bisa saya bantu?”. Imam Al-Jazuli pun memberitahukan namanya dan maksud tujuannya untuk mengambil air wudhu namun terkendala tidak adanya timba. Anak perempuan ini lanjut berkata, “Kamu adalah seorang lelaki yang sering dipuji karena amal kebaikanmu. Namun untuk mengambil air dari dasar sumur ini saja kamu tidak bisa? Tunggulah sebentar”.

Sejenak kemudian anak perempuan ini mendekat ke sumur, lalu bibirnya meniup ke arah lubang sumur. Tiba-tiba air dari bawah sumur itu naik ke atas dan keluar sehingga bisa digunakan untuk berwudhu. Hal ini tidak disangka oleh Imam Jazuli, kemudian Ia bertanya tentang amalan apakah yang anak perempuan ini lakukan sehingga bisa mendapatkan keistimewaan dari Allah SWT untuk mempraktikan hal tadi. Anak perempuan ini pun menjelaskan bahwa amalan yang ia lakukan adalah memperbanyak shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ dengan membaca :

Ya Allah curahkanlah shalawat kepada yang apabila berjalan di daratan maka hewan liar akan meliuk-liukkan ekornya

Sebab kejadian unik inilah Imam Al-Jazuli bertekad untuk menyusun sebuah kitab yang secara khusus berisi tentang kumpulan shalawat. Teks shalawat dari anak perempuan ini pun dimasukkan ke dalam Al-Hizb Ats-Tsani atau bagian kedua dalam kitab Dalail Al-Khayrat.

Kandungan Dalail Al-Khayrat

Gambar 4 : Ilustrasi Denah Raudhah dalam kitab Dalail Al-Khayrat, Naskah abad 18 dari Banten.
Sumber : Illustrated and Illuminated Manuscripts of the Dalāʾil al-khayrāt from Southeast Asia - Farouk Yahya (MS Leiden, University library, Or. 7057a (6), Fol. 32V)

Secara struktural, kandungan utama dari Dalail Al-Khayrat terbagi menjadi 4 yaitu :

  1. Pembukaan, berisi kalimat pendahuluan dari Imam Al-Jazuli dan hadits-hadits terkait keutamaan shalawat.
  2. 201 Nama-Nama Rasulullah ﷺ, Imam Al-Jazuli mengambil nama Rasulullah ﷺ dari Al-Quran dan dari sumber-sumber lain hingga totalnya berjumlah 201 nama.
  3. Ilustrasi Denah Raudhah yang di dalamnya berisi hadits serta gambaran makam Rasulullah ﷺ, Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq RA., dan Sayyidina Umar bin Khattab RA.
  4. Ahzab atau kumpulan hizb yang merupakan inti dari Dalail Al-Khayrat. Di dalamnya berisi shalawat-shalawat yang terbagi menjadi 8 hizb. Selain itu juga terdapat pembagian per-4 atau rubu’, per-3 atau tsuluts, dan per-2 atau nisf.

Poin nomor 4 di atas adalah inti dari Dalail Al-Khayrat. Bagi pembaca/pengamal Dalail umumnya membacanya setiap hari yang terbagi menjadi 7 hari. Pembagian cara membacanya antara lain :

  • Al-Hizb Al-Awwal (bagian pertama) dibaca pada hari Senin
  • Al-Hizb Ats-Tsani (bagian kedua) dibaca pada hari Selasa
  • Al-Hizb Ats-Tsalits (bagian ketiga) dibaca pada hari Rabu
  • Al-Hizb Ar-Rabi’ (bagian keempat) dibaca pada hari Kamis
  • Al-Hizb Al-Khamis (bagian kelima) dibaca pada hari Jum’at
  • Al-Hizb As-Saadis (bagian keenam) dibaca pada hari Sabtu
  • Al-Hizb As-Sabi’ (bagian ketujuh) dan Al-Hizb Ats-Tsamin (bagian kedelapan) dibaca pada hari Minggu

Tata cara baca seperti di atas adalah salah satu contoh berdasarkan naskah versi Sahliyya yang secara masyhur digunakan. Namun pada kenyataannya saat ini terdapat banyak versi dari Kitab Dalail Al-Khayrat yang menyebabkan keberagaman pada tata cara membacanya, pembagian hizb, bahkan juga terdapat beberapa perbedaan redaksional teks shalawat di dalamnya.

Selain keempat isi pokok tersebut, sebenarnya masih ada komponen lain yang mungkin ada di dalam kitab Dalail Al-Khayrat. Sebagai contoh adanya ilustrasi Mimbar Nabi ﷺ, Silsilah leluhur Nabi Muhammad ﷺ, Asma Al-Husna, Kalimat niat sebelum membaca Dalail, Kaifiyyat tawasul di bagian awal, dan lain sebagainya. Variasi tambahan isi tersebut tergantung pada versi cetakan, pen-tahqiq, atau mungkin percetakan tempat kitab tersebut dibuat.

Versi Naskah Dalail Al-Khayrat

Sekitar abad ke-19 karya monumental Imam Al-Jazuli ini viral dan dibaca/diamalkan secara menyeluruh di negara-negara Islam Sunni, mulai dari Afrika hingga Asia Tenggara. Namun karena jarak tahun yang berbeda jauh sejak Dalail Al-Khayrat ini dibuat, dan dengan jalur periwayatan yang beragam, akhirnya selama penyebarannya pun terdapat banyak versi naskah Dalail yang berbeda-beda.

Hingga kemudian hadirlah seorang ulama yang bernama Syaikh Muhammad Al-Mahdi Al-Fasi yang fokus meneliti naskah otentik Dalail Al-Khayrat melalui karyanya yang berjudul Matali Al-Masarrat bi Jala Dalail Al-Khayrat. Melalui karyanya ini Syaikh Muhammad Al-Fasi membandingkan beberapa naskah Dalail dan memberikan penjelasan terkait makna yang terkandung dalam shalawat yang ada di dalam Dalail Al-Khayrat.

Dalam penelitiannya, Syaikh Muhammad Al-Fasi bergantung pada naskah Dalail yang dipercaya paling reliabel yaitu versi Naskah Sahliyyah (nuskhah as-sahliyyah). Naskah ini dibuat oleh salah seorang murid dari Imam Al-Jazuli yang bernama Syaikh Muhammad Al-Sughayyir Al-Sahli. Syaikh Muhammad Al-Sahli telah membacakan Dalail Al-Khayrat dengan naskahnya di hadapan Imam Jazuli secara langsung selama 8 tahun sebelum Imam Al-Jazuli wafat. Oleh karenanya memungkinkan Imam Al-Jazuli untuk mengoreksi naskah tersebut apabila ada yang harus disesuaikan. Maka dari itu Naskah Sahliyyah ini diyakini merupakan naskah Dalail Al-Khayrat yang otentik.

Seiring berjalannya waktu, berdasarkan pemusatan keotentikan naskah berdasarkan naskah Sahliyyah, banyak versi cetakan Dalail Al-Khayrat menginduk pada naskah Sahliyyah. Sehingga apabila ada suatu bagian dalam naskah versi cetakan baru terdapat perbedaan, maka akan diberikan catatan bahwasannya berdasarkan naskah Sahliyyah “seperti ini” sementara pada cetakan ini “seperti ini”, dikarenakan rujukan utama tetap ke naskah Sahliyyah.

Gambar 5 : Koleksi Kitab Dalail Al-Khayrat Pribadi.

Alhamdulillah, Al-Faqir ada beberapa koleksi kitab Dalail Al-Khayrat yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Pen-tahqiq kitabnya berbeda, jalur sanad-nya berbeda, dan jika dibandingkan justru kita bisa belajar bahwasannya ilmu shalawat itu luas dan tidak akan pernah habis jika dipelajari. Kalau di-detailkan nama pen-tahqiq berdasarkan urutan waktu perolehan kitabnya seperti ini :

  • TG. Miftahur Rahman Al-Banjary (putih kiri atas, dan ukuran saku kecil kanan tengah)
  • TG. Zaini Abdul Ghani/Az-Zahra Sekumpul (hijau-emas tengah paling bawah)
  • Sayyid Muhammad Amin bin Idrus BSA (kuning-hijau atas kanan)
  • Syaikh Yusri Rusydi As-Sayyid Jabr Al-Hasani (hijau-emas besar kanan bawah)
  • Maktabah Turmusi (hijau-merah atas tengah)
  • KH. Ali bin Idris Al-Lumajangi (kuning kiri bawah)
  • Syaikh Nuh Ha Mim Keller (merah marun tengah)

Dari beberapa kitab Dalail Al-Khayrat tersebut yang kontennya persis seperti naskah Sahliyyah adalah yang dari Syaikh Nuh Ha Mim Keller sesuai dengan keterangan redaksionalnya yang ada di halaman berikut.

Baca Dalail Al-Khayrat

Kita tiba di penghujung pembahasan ya, langsung aja biar gak penasaran bisa klik tautan di bawah ini. Kebetulan di website ini pun ada Dalail Al-Khayrat versi web yang bisa diakses kapanpun dan dimanapun (yang penting ada koneksi internet).

Klik disini 👉 Dalail Al-Khayrat

Saya rasa cukup sekian pembahasan terkait karya monumental Dalail Al-Khayrat yang saya ulas secara sederhana ini. Kurang lebihnya jika ada yang ingin didiskusikan atau mungkin ada penyampaian saya yang kurang tepat bisa tolong disampaikan ya. Terima kasih sudah membaca hingga sejauh ini.

Hadanallahu wa iyyakum ajma’in.. wa jazakumullahu ahsanal jaza 🙏