Ku Penuhi Panggilanmu Yaa Rabb - Umrah Mandiri, Bagian 2
Assalamu’alaikum teman-teman, berjumpa lagi di blog saya. Kalau kamu baru pertama kali kesini, ada baiknya baca tulisan tentang umrah mandiri bagian pertama dulu dengan klik tautan berikut.
Pembahasan pada tulisan sebelumnya lebih ke fundamental tentang umrah mandiri. Sementara di bagian kedua ini saya akan sedikit lebih teknis, walaupun tidak terlalu detail. Setiap bagiannya disusun secara urut berdasarkan perjalanan yang kami lakukan. Harapannya bisa jadi referensi bagi teman-teman yang tertarik ingin umrah mandiri juga. Mudah-mudahan Allah segera panggil kita untuk ibadah (kembali) di haramain ya
Haramain artinya dua tanah “haram” yang dalam hal ini merujuk ke Mekkah dan Madinah sebagai tanah suci umat Islam
Ohiya sebelum melangkah lebih jauh, satu poin yang perlu dicatat bahwa kami menjalani umrah mandiri dengan mengutamakan asas kenyamanan dibandingkan asas penghematan. Dua hal yang paradoks ya, kalau mau lebih nyaman maka biaya agak mahal, dan sebaliknya kalau mau lebih hemat berarti kurang nyaman. Penting diketahui karena di penjelasan berikutnya akan ada opsi-opsi yang bisa teman-teman pertimbangkan terkait dengan kenyamanan dan biaya.
Sebelum Berangkat
Tiket Pesawat
Setelah melakukan pemantauan di aplikasi SkyScanner selama beberapa waktu, biasanya harga tiket ke Saudi lebih murah di rentang jam 10.00-11.00 dan 23.00-01.00. Ini menurut saya pribadi ya, bisa jadi bener, bisa juga salah, silakan teman-teman riset juga tergantung kondisinya nanti. Akhirnya bulan Juli lalu saya memutuskan untuk beli tiket maskapai Qatar Airways dengan pertimbangan pelayanan yang lebih baik dibandingkan maskapai low cost carrier. Beli tiketnya sekaligus pulang pergi antara Soekarno Hatta (CGK) dan Jeddah (JED). Kalau ingin langsung ke Madinah juga bisa pilih antara CGK dan MED.
Sempat galau antara Qatar Airways atau Saudia. Kelebihannya Saudia adalah penerbangannya langsung tanpa transit, sementara kalau Qatar Airways ada transit di negaranya. Nah momen transit sebenernya bisa jadi kelebihan atau kekurangan juga ya. Kelebihannya jadi pernah menginjakkan kaki di wilayah negara transitnya, kekurangannya ya agak capek harus nunggu dan pindah pesawat. Namun setelah diperhatikan di bulan Juli lalu harga Saudia lebih mahal, akhirnya saya pilih Qatar. Ternyata eh ternyata di pertengahan bulan Agustus ada hal yang cukup membuat saya shock. Muncul iklan di sosial media bahwa maskapai Saudia ada Diskon hingga 50% 😂😂😂
Pesanan Qatar sudah terlanjur dibayar, kalau refund nominalnya udah kepotong. Intinya lebih baik mempertahankan Qatar daripada beli baru yang Saudia karena harus nambah biaya lagi. Mungkin ini jadi cobaan pertama saya sebelum keberangkatan. Allah lagi nguji hati saya, gimana responnya dengan kenyataan ini hehehe. Padahal seharusnya gak perlu risau urusan itu, rezeki Allah yang atur, bisa berangkat aja udah syukur, betul kan?
Jadi buat teman-teman silakan tunggu periode bulan Agustus-September ya, bisa jadi maskapai Saudia ada diskon lagi dalam rangka menyambut Saudi National Day yang jatuh pada tanggal 23 September tiap tahunnya. Disana ada perayaan besar-besaran termasuk diskon di maskapai Saudia, HHR (kereta cepat), bahkan toko-toko pun ada yang secara khusus kasih diskon hingga 50%. Hari nasional ini adalah hari “kemerdekaan” atau persatuan negeri Hijaz, Najd dan sekitarnya di bawah pimpinan Raja Abdul Aziz bin Abdul Rahman Al-Saud pada tahun 1932 silam. Setelah sebelumnya juga di negeri Hijaz terjadi pemberontakan besar dan wilayah ini memisahkan diri dari Kesultanan Turki Utsmaniyah yang ketika itu kekuasannya mencakup jazirah arab. Asal nama Saudi Arabia pun karena Raja yang menyatukan negeri arab berasal dari Bani Saud.
Hotel
Saya pesan hotel di aplikasi Agoda, sengaja pilih hotel yang ada opsi free cancellation. Kenyataannya opsi itu sangat berguna karena saya pun beberapa kali ganti hotel. Pertimbangan utamanya ya karena lokasi antara hotel dan masjid, serta ulasan tamu-tamu yang pernah tinggal di hotel tersebut. Barulah 2 minggu sebelum keberangkatan opsi itu saya kunci, gak ganti-ganti pilihan lagi. Untuk pertimbangan lokasi hotel dengan masjid, teman-teman bisa lihat denah masjid berikut ya.
Pertama untuk Masjid Nabawi, ini ada denah masjid berserta keterangannya.
Versi PDF jelasnya bisa unduh disini : Denah Masjid Nabawi
Cocokkan denah ini dengan lokasi hotel yang kamu pilih (bisa juga liat di Google Maps) agar terbayang pintu mana yang lebih dekat. Jika kamu umrah mandiri bersama jamaah perempuan, bisa perhatikan area shalat perempuan (warna pink) supaya tidak terlalu jauh dengan hotel. Disitu juga ada keterangan area mana yang digunakan untuk antre masuk Raudhah, lokasi wudhu dan toilet, penitipan anak, dll. Sependek pengetahuan saya, hotel di Madinah cenderung dekat dengan Masjid Nabawi, dan rentang harganya tidak berdasarkan jarak namun pelayanan hotelnya. Maksudnya tidak mesti hotel yang dekat lebih mahal, karena hotel kami pun sebelahan dengan Pullman Madinah namun secara harga lebih murah, jarak ke masjid antara kedua hotel ini sama saja.
Kami menginap di View Al-Madinah Hotel. Hotelnya tergolong baru, lokasinya lebih dekat dengan kubah hijau makam Nabi Muhammad ﷺ, menu sarapannya selalu bervariasi tiap harinya, namun agak jauh ke area perempuan. Jika dilihat di denah tadi posisinya dekat dengan gerbang nomor 365 di pojok kiri atas.
Selanjutnya untuk Masjidil Haram, ini denah masjid dan keterangannya.
Sayangnya tidak ada versi PDF, gambar di atas saya ambil dari : Denah Masjidil Haram
Jika hotel di Madinah rata-rata lebih dekat dengan masjid, kalau di Mekkah lokasi hotelnya agak berjarak kecuali hotel yang ada di Ring 1. Saya tidak menemukan penjelasan resmi dari Ring 1 ini. Mungkin istilah Ring 1 ini maksudnya merujuk pada hotel yang lokasinya paling dekat dengan Masjidil Haram. Sependek pengetahuan saya, hotel yang masuk Ring 1 atau dekat dengan Masjidil Haram antara lain 7 hotel yang ada di dalam Clock Tower (Fairmont Makkah Clock Royal, Mövenpick Hotel, Pullman ZamZam Makkah, Swissôtel Al-Maqam, Swissôtel Makkah, Raffles Makkah Palace, Al Marwa Rayhaan by Rotana), ada juga yang di sisi Clock Tower seperti Elaf Kinda Hotel, Dorrar Aleiman Royal Hotel, lalu juga yang di sampingnya lagi seperti Hotel Makkah Tower, dan Conrad Mekkah. Beberapa hotel itu sangat dekat dengan pintu masuk Masjidil Haram, artinya keluar lobby bisa langsung masuk area teras masjid.
Kami menginap di Swissôtel Makkah. Dari hotel ke Masjidil Haram bisa lewat dalam mall Clock Tower atau lewat jalan raya, suara muadzin dan imam sampai ke dalam kamar melalui speaker (bisa diatur volumenya, jadi adzan bisa kedengeran jelas di kamar). Namun sayangnya menu sarapannya kurang bervariasi. Sebenarnya enak tapi ya ketemunya itu-itu aja. Ohiya kalau dari Swissôtel Makkah ke masjid lewat dalam mall, nanti langsung berhadapan dengan gerbang nomor 1 warna hijau yang ada di denah diatas. Sementara kalau lewat jalan raya akan segaris lurus dengan arah gerbang nomor 2. Jadi sangat dekat dengan masjid.
Selain itu juga ada 1 hotel favorit para agen travel dari tanah air yaitu Anjum Hotel Makkah. Kalau diliat lokasinya memang dekat namun sebenarnya dekat dengan area perluasan masjid, bukan gerbang utamanya. Dekat di mata, jauh di kaki, begitu katanya. Kelebihannya secara harga lebih bersahabat, dan menu sarapannya ramah dengan lidah orang Indonesia. Namun sebenernya kalau kita niat ibadah, ditambah dengan fisik yang prima tentunya jarak bukan halangan utama, malah InsyaAllah menambah gerak langkah yang terhitung pahala ya.
Visa Umrah, Siskopatuh, dan Tasreh
Ketiga dokumen ini biasanya dijadikan satu paket produk yang disediakan oleh agen travel. Kita saat ini tidak bisa mengajukan visa umrah sendiri ke kedubes Saudi, harus lewat jalur agen travel. Siskopatuh disini adalah singkatan dari Sistem Komputerisasi Pengelolaan Terpadu Umrah dan Haji Khusus yang diurus oleh Kementerian Agama. Kita harus tau dulu akan menginap di hotel mana karena di dalamnya akan dicantumkan nama hotel ketika di Mekkah dan Madinah. Siskopatuh ini wajib ada, kalau saya ditanyakan siskopatuh ketika akan check-in boarding di bandara saat akan berangkat. Setelahnya tidak pernah ada pihak yang menanyakannya lagi. Sementara Tasreh adalah izin masuk Raudhah melalui kerjasama antara pihak travel dan mandoub atau semacam panitia antrian Raudhah di Masjid Nabawi. Kita bisa masuk Raudhah dengan 2 cara : Tasreh dan Aplikasi Nusuk, detailnya akan saya jelaskan nanti.
Nah ketiga hal itu setidaknya harus kita miliki paling tidak 2 minggu sebelum keberangkatan, supaya gak tergesa-gesa. Walaupun sebenernya prosesnya cuma 2-3 hari selesai. Kalau ada yang ingin tanya agen travelnya bisa hubungi saya langsung ya, karena saya tidak mencantumkan nama travelnya disini. InsyaAllah agen travelnya amanah, sudah saya buktikan sendiri.
Jika Visa teman-teman sudah terbit, segeralah install aplikasi Nusuk dari Play Store atau App Store. Daftar disitu dengan memasukkan data diri termasuk nomor paspor dan nomor visa yang sudah terbit. Aplikasi Nusuk adalah aplikasi resmi dari Kementerian Haji dan Umrah Saudi. Penting digunakan untuk mengajukan izin masuk Raudhah dan izin Umrah (walaupun saat ini izin umrah tidak digunakan). Bukti pengajuannya dalam bentuk QR Code yang akan di-scan oleh petugas di lokasinya. Setelah kita masuk ke Raudhah dan melaksanakan Umrah nantinya, kita akan diberikan sertifikat digital di dalam aplikasi Nusuk itu.
Vaksin Meningitis
Satu hal wajib yang jangan sampai terlewat adalah vaksin meningitis. Bisa dilakukan di rumah sakit atau klinik kesehatan yang menyediakan. Intinya harus ada buku kuning vaksin (ICV). Buku kuning vaksin ini diverifikasi oleh pihak imigrasi di Indonesia, bersamaan dengan paspor dan visa ketika akan berangkat.
Tiba di Jeddah
Pembahasan saya singkat hingga kami tiba di Bandara Jeddah. Setelah kurang lebih 12 jam perjalanan mulai dari Jakarta, transit di Qatar selama 1 jam 30 menit, kami tiba di bandara Jeddah sekitar pukul 03.15 waktu Saudi. Selanjutnya setelah mengambil koper, kami berjalan menuju stasiun HHR (Haramain High Speed Railway) bandara Jeddah. Lokasinya masih di dalam kawasan bandara. Jadwal kereta kami akan berangkat pada jam 08.00. Jadi kami harus menunggu beberapa jam karena memang tidak ada opsi jam keberangkatan yang lebih pagi dari itu.
HHR punya ketentuan barang bawaan yang boleh dibawa masuk ke kabin kereta oleh setiap penumpang, yaitu 1 koper ukuran medium 26 inch dan 1 tas ransel/jinjing (bisa dilihat di website atau aplikasinya). Jangan sampai dimensi koper lebih besar dari itu karena tidak boleh dibawa ke kabin dan harus masuk bagasi. Saya sudah baca ulasan orang-orang tentang bagasi HHR ini. Beberapa orang bilang kurang bagus, ada yang bilang harus nunggu beberapa jam, hingga H+1 kopernya baru sampai di kota tujuan. Makanya lebih baik ukuran kopernya disesuaikan.
Namun ada 1 hal yang jadi perhatian saya, kalau penumpang menggunakan jasa porter & trolley maka dimensi koper kita gak dicek sama petugasnya. Beda kalau penumpang bawa koper sendiri, petugas akan lebih memperhatikan ukuran kopernya. Saran saya kalau memang dimensi kopernya agak besar daripada yang seharusnya dan khawatir boleh masuk kabin atau gak, cobalah pakai jasa porter biar kopernya langsung diantar sampai kabin. Tapi ya ada biaya tambahan. Kalau pakai jasa porter dan trolley harganya 25 SAR (+ kasih tip lagi ke porternya), sementara kalau kita sewa trolley nya saja biayanya hanya 5 SAR. Pembayaran trolley itu resmi di counter. Bisa pakai uang cash atau dengan kartu. Kebetulan kami sudah mencoba dengan 3 cara tersebut : bawa koper sendiri tanpa trolley, dengan trolley saja, dan dengan jasa porter & trolley juga pernah.
Ada juga opsi perjalanan menggunakan bus dengan pesan di NWBUS kalau mau lebih santai dan hemat
Dari Jeddah kami ke Madinah terlebih dahulu dengan alasan saya mau ketemu Rasulullah ﷺ sebelum ke Kakbah Baitullah. Bagaimanapun kita tidak mungkin mengenal Allah dan mengenal agama Islam jika tanpa Rasulullah ﷺ. Pemahaman itu yang saya pegang, makanya kami ke Madinah dulu baru ke Mekkah. Juga saat itu kami mengejar momen 12 Rabi’ul Awwal, tanggal kelahiran Nabi Muhammad ﷺ yang jatuh tepat pada hari kedua jika kami langsung ke Madinah. Ingin merasakan Maulid bersama dengan yang dirayakan hari Maulidnya. Ada juga jamaah umrah yang memilih ke Mekkah dulu dengan pertimbangan jalani ibadah yang utama yaitu umrah, baru kemudian ke Madinah tinggal nikmati perjalanan ziarah santai. Silakan bisa dipilih mana yang lebih nyaman.
Madinah Al-Munawwarah
Transportasi di Madinah
Tiba di Stasiun Madinah, kami langsung menuju ke gerbang keluar dan memesan taksi online dengan aplikasi Careem. Nah kalau udah main aplikasi artinya ada 2 hal terkait konektivitas yang perlu kita perhatikan. Pertama, paket internet roaming harus sudah beli dan aktif sejak akan berangkat dari tanah air. Kedua terkait metode pembayaran di aplikasinya, bisa daftarkan nomor kartu Debit/Kredit yang berlogo Mastercard atau Visa dengan pengaturan debit online-nya diaktifkan. Pada intinya semua kartu berlogo Mastercard dan Visa bisa kok, gak terbatas di bank tertentu saja, termasuk kartu Debit/Kredit BRI juga bisa 😊
Ketika mendaftarkan kartu untuk pembayaran, kita akan diminta kode OTP melalui sms untuk otorisasi. Makanya lebih baik daftarin kartunya sejak dari tanah air sebelum berangkat. Jadi di tanah suci tinggal pesan terus jalan. Lokasi titik penjemputan juga persis di pintu keluar, gak perlu jalan ke titik tertentu. Beda ya sama beberapa stasiun di tanah air kalau pesen taksi/ojek online harus jalan menjauh ke titik tertentu dulu. Tarifnya sekitar 25 SAR dari stasiun HHR Madinah ke Hotel saya yang dekat dengan Masjid Nabawi. Gak perlu khawatir terkait bahasa karena kebanyakan driver disana paham Bahasa Inggris kok, dan mereka berkendara sesuai rute di aplikasinya. Kalau gak bisa bahasa Arab sebenarnya gakpapa, tapi minimal kita paham kata-kata dasar seperti angka-angka, buat nawar belanjaan hehe.
Kalau lokasi hotel yang kamu pilih ada di sekitaran masjid, perhatikan apakah waktu pemesanannya mendekati 30 menit waktu shalat. Bisa jadi ada penutupan jalan yang berakibat taksinya harus agak memutar jalannya untuk sampai ke hotel.
Masjid Nabawi
Dahulu ketika hijrah dari Mekkah ke Madinah, kaum Anshar menyambut Rasulullah ﷺ dan kaum Muhajirin dengan antusias dan menawarkan tempat tinggal. Namun, Rasulullah menjawab dengan bijak, “Biarkanlah unta ini berjalan karena ia diperintah Allah.” Unta itu akhirnya berhenti di depan rumah Abu Ayyub al-Ansari, yang kemudian mempersilakan Nabi untuk tinggal di rumahnya. Setelah beberapa bulan, Nabi ﷺ membangun masjid di atas sebidang tanah. Sebagian tanah itu adalah wakaf dari As’ad bin Zurarah, sedangkan sisanya dibeli dari dua anak yatim—Sahal dan Suhail—anak Amir bin Amarah yang diasuh oleh Mu’az bin Atrah. Saat pembangunan dimulai, Nabi meletakkan batu pertama, diikuti oleh para sahabatnya: Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar, Sayyidina Utsman, dan Sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhum ajma’in, yang masing-masing meletakkan batu kedua hingga kelima. Pembangunan masjid yang kemudian dikenal dengan Masjid Nabawi ini dimulai pada tahun pertama Hijriah.
Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya “Barang siapa yang shalat di masjidku (Nabawi) empat puluh kali shalat, tidak tertinggal satu shalatpun maka baginya pembebasan dari api neraka dan selamat dari adzab, serta terbebas dari kemunafikan” (HR. Ahmad). Dengan dasar ini, ada jamaah umrah yang sengaja berlama-lama di Madinah (biasanya 8 hari) untuk mengejar 40 kali (8 hari x 5 waktu) shalat fardhu di Masjid Nabawi. Namun jika teman-teman berpemahaman bahwa shalat itu bisa di-Qadha, ada ulama yang berpendapat bahwa shalat 40 kali yang dimaksud bisa dengan melakukan shalat Qadha 8 hari dalam satu waktu. Terkait hal ini silakan konsultasi ke guru ngaji ya. Salah satu sumber pembahasan terkait ini saya peroleh dari buku “Ibadah Umrah Yang Sempurna” karya Sayyid Muhammad Amin bin Syaikh Abu Bakar bin Salim yang merupakan murid dari Habib Zein bin Ibrahim bin Sumaith.
Raudhah
Salah satu tempat tujuan utama yang ada di Masjid Nabawi adalah Raudhah. Lokasinya ada di antara rumah Rasulullah ﷺ dan Mimbar masjid. Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya “Di antara rumahku dan mimbarku adalah taman di antara taman-taman surga” (HR. Bukhari & Muslim). Rumah Nabi yang dimaksud saat ini merupakan tempat jasad mulia Nabi Muhammad ﷺ, serta dua orang sahabat yakni Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Sayyidina Umar bin Khattab dimakamkan.
Keutamaan lain tentang Raudhah adalah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwasannya “Shalat di Raudhah lebih utama dari pada shalat di tempat lain di masjid selain Maqam Ibrahim” (Shahih al-Musnad). Maka tak heran peziarah yang datang selalu berlomba-lomba untuk masuk dan shalat di dalam Raudhah. Sayangnya sejak beberapa tahun terakhir akses masuk Raudhah dibatasi. Setiap orang hanya berhak 1x masuk dalam setahun dengan mendaftar melalui aplikasi Nusuk. Dan waktu masuk Raudhah antara laki-laki dan perempuan beda ya, tidak sama.
Untuk mengajukan izin masuk di Nusuk kita harus memilih tanggal dan jam masuknya, dan harus datang tepat pada jam yang ditentukan. Kalau terlambat maka terancam tidak bisa masuk dan hangus pendaftarannya, kecuali apabila waktu bookingnya overlap dengan waktu shalat. Misalkan, kita daftar masuk Raudhah di aplikasi Nusuk jam “05.00 - 05.15” namun jamnya itu bertepatan dengan waktu shalat Shubuh, dan selesai shalat Shubuh kita baru bisa antri masuk jam 05.20. Secara waktu telat kan ya, tapi syukurlah masih ada toleransi waktu mungkin karena bertepatan dengan waktu Shubuh. Itu yang dialami sendiri oleh istri saya.
Ada satu lagi cara masuk Raudhah yaitu dengan Tasreh, seperti yang saya sebut di bagian atas sebelumnya. Dengan Tasreh kita bisa dapat alokasi masuk diluar jatah 1x pertahun dari aplikasi Nusuk. Jadi beda ya, Tasreh dan Nusuk itu 2 aplikasi yang terpisah. Secara data juga sepertinya berbeda. Walaupun begitu, Tasreh ini tetap resmi dan legal. Jika di Nusuk kita dikenali secara personal, kalau melalui Tasreh kita dikenali sebagai rombongan dari agen travel. Jadi untuk masuk dengan Tasreh ini saya ikut dengan rombongan agen travel tempat saya membuat visa. Secara jadwal memang kami berbarengan di Madinah.
Mekanisme masuk dengan Tasreh ini saya tinggal janjian dengan tour leader dari agen travel tersebut yang bertugas di Madinah, lalu kami masuk bersama sebagai satu rombongan. Selebihnya kalau sudah melewati pos pemeriksaan, saya memisahkan diri lagi dari jamaah travel tadi. Lebih nyaman ibadah sendiri, santai di dalam Raudhah, hehe. Jadi, syukur Alhamdulillah saya dan istri berkesempatan masuk ke Raudhah sebanyak 2x dengan Tasreh dan Nusuk. Teman-teman yang akan umrah mandiri harap koordinasikan terkait Tasreh ini ke agen travel tempat bikin visanya. Sayang kalau dilewatkan.
Satu tips kalau ingin berlama-lama shalat di dalam Raudhah : Pilih waktu masuknya jam 18.40 atau mendekati waktu Isya.
Dua kali masuk, saya selalu di sekitar jam ini. Pertama kali masuk dengan Tasreh bersama rombongan travel. Kami berbaris di antrian dan mulai masuk sekitar pukul 18.50 yang saat itu waktu shalat Isya jam 19.56. Ada 2 pos antrian sebelum benar-benar masuk ke dalam Raudhah. Waktu tunggu di antrian sekitar satu jam. Alhasil ketika rombongan kami masuk raudhah, adzan Isya berkumandang. Dalam hati hanya bisa mengucap syukur, artinya saya bisa lebih lama shalat sunnah qabliyah, dan sunnah lainnya sambil menuggu iqamah. Kebagian Isya jamaah juga di dalam Raudhah, dan setelahnya pun bisa perbanyak shalat sunnah ba’diyah, taubat, hajat, witir, dan lainnya sambil menunggu diusir sama askar, hehehe.
Iya, askar akan mengusir kita kalau waktu kunjungan Raudhahnya sudah mau habis. Gak peduli kita lagi tahiyyat akhir pun akan dicolek-colek suruh selesaiin shalat. Makanya kalau lagi di dalam Raudhah, perbanyak doanya di sujud terakhir. Jangan selesai salam baru angkat tangan berdoa, sudah hampir pasti akan ditarik badan kita biar berdiri dan disuruh keluar. Dibandingkan cerita orang lain yang waktunya lebih singkat di dalam Raudhah, kalau kita masuk Raudhah mendekati jam shalat itu lebih puas rasanya dari segi waktu. Belajar dari pengalaman pertama tadi, maka untuk masuk kali kedua dari aplikasi Nusuk pun saya booking di sekitar jam segitu juga.
Ziarah/Salam ke Makam Nabi
Berbeda antara masuk Raudhah dan ziarah ke makam Nabi ya. Kalau di dalam Raudhah tadi, kita shalat di sebelah makam Nabi. Selesai dari situ, kita tidak bisa lewat ke area salam karena langsung diarahkan keluar masjid menuju pintu 3 (lihat di denah). Lalu, area salam yang dimaksud ini apa? teman-teman bisa lihat cuplikan video di IG saya yang ini :
Pada slide ke-9 disini ada video ketika kami salam ke makam Nabi Muhammad ﷺ. Saya yakin teman-teman sudah pernah liat gambar atau video semacam ini. Nah, untuk masuk kesini dibuka hampir setiap saat. Terkecuali abis shalat Shubuh, karena setelah Shubuh jatahnya kaum perempuan masuk Raudhah dan areanya ditutup. Saya pernah abis Shubuh coba mau masuk tapi ditutup.
Jalur masuknya dari WC 205 kemudian belok kiri. Area yang bergradasi kuning di gambar denah. Kemudian kita akan diarahkan masuk dari “Baab Salam” atau pintu 1. Jamaah yang boleh masuk kesini hanya laki-laki saja, perempuan tidak boleh kecuali anak kecil seperti Shofiyya, putri saya. Perempuan hanya bisa masuk Raudhah dan shalat di dalamnya saja.
Disini, puncak kerinduan saya seakan terbayarkan meski belum tuntas. Bagaimana tidak, sosok yang kita bacakan shalawatnya untuknya, sosok yang sering dibacakan kisah-kisah perjuangan dan dakwahnya, sosok yang merindukan kita bahkan sebelum kita lahir di dunia, dan sosok yang menjamin kita di hari perhitungan kelak, ada di samping kita. Bahkan ucapan salam pun hampir tak bisa terucap di lisan, hanya hati yang bergejolak dengan perjumpaan bersama yang dirindukan. Sayyidina, wa Maulana, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wa shahbihi wa sallam.
Di dalamnya juga ada dua makam para sahabat yaitu Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Sayyidina Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhumaa. Kalau teman-teman penasaran bagaimana posisi ketiga makam di dalamnya, bisa lihat tulisan saya tentang Dalail Khairat pada Gambar 4 disana ada “Ilustrasi Denah Raudhah”. Ilustrasi ini sudah diriwayatkan di dalam kitab Dalail Khairat secara bertahun-tahun dari para ulama, sehingga bisa diyakini keabsahannya.
Lokasi Ziarah Lain
Ada banyak lokasi ziarah di Kota Madinah, antara lain :
-
Masjid Quba
Masjid Quba adalah masjid pertama yang didirikan oleh Nabi Muhammad ﷺ dan dibangun dua kali. Pertama, ketika kiblat masjid ini menghadap Baitul Maqdis. Kedua, ketika kiblatnya menghadap Baitullah. Letak Masjid Quba berada di sudut perempatan jalan tidak jauh dari jalan baru yang menghubungkan Madinah-Jeddah-Makkah. Keutamaan masjid ini dijelaskan dalam sabda Rasulullah ﷺ. Sahl bin Hunaif ra berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa bersuci (membersihkan diri dari najis dan hadats) di rumahnya kemudian datang ke masjid Quba dan shalat di dalamnya, ia mendapatkan pahala seperti pahala umrah.” (HR Ibnu Majah).
Sumber: Ditjen PHU Kemenag RILumayan kan ya, ke masjid Quba ganjarannya seperti ibadah umrah. Kami berkunjung ke Masjid Quba menggunkan buggy car yang ngetem di dekat Masjid Ghamamah. Harganya 10 SAR sekali perjalanan, tapi untuk anak kecil gratis. Di samping Masjid Quba ada sebuah sumur bersejarah. Coba deh searching ada sumur apa disana ya.
-
Masjid Al-Jum’ah
Masjid Al-Jum’ah terletak sekitar 500 meter di sebelah utara Masjid Quba. Dahulu, tanah ini merupakan tempat tinggal Bani Salim bin ‘Auf. Rasulullah ﷺ singgah di tempat tersebut pada hari Jumat, bertepatan dengan waktu shalat Dhuhur. Beliau kemudian melaksanakan shalat dua rakaat yang didahului oleh dua khutbah. Ini merupakan shalat berjamaah Jumat pertama yang dilaksanakan oleh Rasulullah ﷺ, meskipun perintah shalat berjamaah Jumat sebenarnya telah turun ketika beliau masih berada di Makkah. -
Masid Ghamamah
Diriwayatkan bahwa setiap hari raya Idul Fitri atau Idul Adha, Nabi ﷺ selalu melaksanakan shalat di alun-alun ini, juga pada waktu shalat Istisqa (shalat minta hujan). Anak-anak pasti senang kalau ke area masjid ini karena banyak burung-burung merpati lagi makan biji-bijian yang disebar oleh peziarah. -
Masjid Qiblatain
Pada tahun kedua Hijriah, hari Senin bulan Rajab waktu Zuhur, turunlah wahyu QS al-Baqarah ayat 2 yang memerintahkan Nabi ﷺ untuk menjadikan Ka’bah di Masjidil Haram Makkah sebagai kiblat. Ketika waktu Ashar tiba, para sahabat yang shalat berjamaah di Masjid Qiblatain masih menghadap Baitul Maqdis. Namun, di tengah shalat berjamaah tersebut, datanglah seorang sahabat yang masbuq (terlambat) dan memberitahu bahwa Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya di Masjid Nabawi telah beralih kiblat ke Masjidil Haram. Seketika itu juga, imam dan makmum mengubah arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Masjidil Haram. Karena peristiwa inilah, masjid ini akhirnya diberi nama Masjid Qiblatain yang berarti “masjid berkiblat dua.” -
Pemakaman Baqi’ Al-Gharqad
Baqi’ Al-Gharqad adalah tanah pemakaman yang telah digunakan sejak zaman jahiliyah hingga sekarang. Terletak di sebelah timur Masjid Nabawi, Baqi’ menjadi tempat pemakaman bagi jemaah haji yang meninggal di Madinah. Di sini dimakamkan beberapa tokoh penting dalam sejarah Islam, termasuk Utsman bin Affan ra dan para istri Nabi Muhammad saw: Siti Aisyah ra, Ummi Salamah ra, Juwairiyah ra, Zainab ra, Hafsah binti Umar bin Khattab ra, dan Mariyah al-Qibtiyah ra. Putra-putri Rasulullah ﷺ—Ibrahim, Siti Fatimah, dan Ummu Kulsum—juga dimakamkan di sini. Selain itu, Ruqayyah Halimatus Sa’diyah, ibu susuan (radha’) Rasulullah ﷺ, turut dimakamkan di pemakaman ini. Pintu masuknya biasanya dibuka pada waktu selepas Shubuh dan setelah Ashar. Hanya boleh laki-laki ya, perempuan tidak boleh masuk. -
Gunung Uhud
Gunung/Jabal Uhud adalah bukit terbesar di Madinah. Terletak sekitar 5 kilometer dari pusat kota Madinah, di tepi jalan lama Madinah-Makkah. Lembah bukit ini menjadi saksi perang dahsyat antara 700 kaum Muslim melawan 3.000 kaum Musyrik Makkah. Dalam pertempuran tersebut, 70 syuhada Muslim gugur, termasuk Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad ﷺ. Perang Uhud terjadi pada tahun 3 Hijriah. -
As-Safiyyah Museum & Park
Lokasinya cukup dekat dengan hotel kami. Museum ini termasuk museum baru yang ada di Madinah. Disini kami berjumpa dengan petugas museum yang merupakan mahasiswa asal Indonesia yang bekerja sebagai pemandu di museum. Harga tiket masuk orang dewasa kalau tidak salah sekitar 20 SAR. Di dalamnya jamaah akan dikelompokkan berdasarkan asal negaranya (saya dikumpulkan bersama 9 orang Indonesia yang lain) karena selama di dalam kita akan diceritakan tentang awal mula terbentuknya alam semesta, masa para Nabi dan Rasul, alam kubur, hingga masa hari akhir nanti. Museumnya bagus terkesan futuristik, penjelasan pemandunya mudah dipahami dan cukup menggugah hati. Intinya harus coba kesini sih. Kami sangat tertarik kesini juga sebenarnya karena nama museumnya sama persis dengan nama putri kami, Shofiyya.
dan masih banyak lagi sebenernya yang bisa dikunjungi, misalkan Kebun Kurma, Taman Burung, dan lain-lain yang bisa teman-teman cari. Yang penting perhitungkan jarak perjalanan aja, karena kalau pakai Careem kita hanya pesan untuk sekali perjalanan, gak bisa ditunggu atau mampir ke satu titik dahulu. Beda lagi kalau pakai taksi yang bisa ditunggu ya, mungkin bisa jadi opsi.
Miqat di Bir ‘Ali Dzulhulaifah
Selesai dari Madinah, kami mulai masuk ke sesi ibadah yang lebih serius. Bukan berarti sebelumnya tidak serius, akan tetapi perjalanan selanjutnya ke Mekkah adalah ibadah inti dari perjalanan ini, yaitu Umrah. Rukun Umrah yang pertama adalah Ihram dan kita harus berniat Ihram dari Miqat. Pengertian Miqat sendiri terbagi menjadi dua, yaitu Miqat Zamani dan Miqat Makani. Miqat Zamani adalah waktu menunaikan ibadah haji dan umrah. Untuk Haji sudah ada ketentuannya di bulan Dzulhijjah. Khusus untuk umrah, Miqat Zamani bisa dilakukan sepanjang tahun. Kedua adalah Miqat Makani, yakni batas tempat dimulainya Ihram untuk haji dan umrah.
Dikarenakan kami berangkat ke kota Mekkah dari kota Madinah, maka tempat yang ditentukan untuk berihram adalah di Masjid Bir ‘Ali yang ada di wilayah Dzulhulaifah, atau sebut saja Masjid Miqat Dzulhulaifah. Lokasi ini ditentukan oleh Rasulullah ﷺ untuk umatnya yang ingin umrah atau haji dari kota Madinah. Kalau kita ke Mekkah dari kota lain atau belahan dunia lain maka lokasi Miqatnya berbeda, silakan baca-baca sendiri terkait itu ya. Namun jika kita berangkat dari tanah air, tiba di Bandara Jeddah dan ingin langsung ke Mekkah, maka ada pendapat ulama yang memperbolehkan ambil Miqat dari Bandara Jeddah.
Sekitar jam 12.00 waktu Madinah kami check-out hotel dengan kondisi sudah mandi, memakai wewangian (parfumnya jangan sampai kena kain ihram), dan tentunya berpakaian Ihram. Kemudian pesan taksi Careem ke Masjid Miqat Dzulhulaifah. Disana kami shalat sunnah Ihram dan berniat untuk umrah bersama. Selesai dari sana pesan taksi Careem lagi untuk ambil koper di hotel, dan menuju ke stasiun Madinah untuk naik kereta cepat ke Mekkah. Harga tiket kereta cepat ada diskon 50% karena Saudi National Day. Kalau mau naik bus bisa juga pakai NWBUS seperti yang saya sebutkan sebelumnya. Perbedaan durasinya kalau naik kereta cepat waktu tempuh sekitar 2 jam 45 menit, sementara naik bus sekitar 7 jam. Berhubung sudah niat umrah, sepanjang jalan kami perbanyak membaca Talbiyah.
Tiba di Mekkah… (bersambung)
Saya rasa sudah terlalu panjang untuk tulisan bagian kedua ini. InsyaAllah akan saya lanjut tentang perjalanan ke kota suci Mekkah pada bagian ketiga ya. Jangan khawatir, saya gak pasang iklan atau adsense di blog ini. Jadi bukan maksud untuk memperpanjang tulisan, memperbanyak jumlah klik, ataupun mencari keuntungan materi. Murni karena capek ngetik dan teman-teman mungkin juga mulai pegel bacanya 😅
Sampai jumpa di tulisan bagian ketiga, ma’as-salaamah…