Diberikan oleh-Nya sesuatu dengan takaran sedikit, sesungguhnya adalah ujian bagi kita. Apakah kita layak untuk mendapatkan hal tersebut jikalau takarannya lebih besar?

Allah SWT berfirman dalam Surat Ibrahim ayat 7 yang artinya :
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mengumumkan, Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”

Hidup selalu penuh dengan ujian. Tidak akan berhenti semua ujian hingga ruh kita diangkat dari jasad. Begitupun manusia, selalu menjadi tempatnya salah dan dosa, menjadi orang yang merugi, kecuali mereka yang beramal soleh dan saling nasihat menasihati dalam hal kebaikan dan kesabaran. Maka alangkah baiknya jika kita menjadikan setiap momen dalam kehidupan sebagai pelajaran. Bahkan setiap tarikan dan hembusan nafas, jika dicermati adalah sebuah ujian.
Apakah kita mampu bersyukur dengan 1 tarikan nafas yang kita lakukan dalam 1 detik?
ketahuilah bahwasannya otot paru-paru kita tidak akan mampu menarik udara ke dalam dan mengeluarkannya lagi, melainkan semua itu atas kehendak Allah SWT. Bisa saja Ia memberhentikan otot paru-paru dan jantung kita dalam suatu waktu, tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu. Pada saat itulah semua nikmat yang diberikan kepada kita akan dipertanyakan, telah kita apakan nikmat-nikmat tersebut.

Ketika mendapatkan suatu musibah, pasti dengan jelas kita meyakini bahwa musibah itu adalah ujian dari-Nya. Namun ketika mendapatkan rezeki, memperoleh suatu posisi atau jabatan, hal itu malah kita anggap sebagai pencapaian dari hasil kerja keras saja. Seorang ulama pernah berkata bahwasannya manusia lebih berat ujiannya ketika memperoleh sesuatu, bukan ketika ia tidak mempunyai sesuatu.

Ketika kita tidak mempunyai sesuatu, tentu dalam doa kita meminta kepada-Nya agar keinginan tersebut terwujud. Kita merasa lemah, dan mengakui sebagai hamba-Nya yang tak punya apa-apa. Sedangkan ketika doa tersebut dikabulkan, kita memperoleh rezeki dan sesuatu yang telah lama kita harapkan, ternyata respon pertama yang kita keluarkan adalah meyakini dan puas atas hasil usaha kerja keras kita dalam meraih sesuatu tersebut. Jangankan bersyukur, ingat siapa yang sebenarnya memberikan nikmat tersebut pun hanya terlintas sedikit di kepala. Pada titik tersebut bisa dikatakan kalau kita sudah kufur nikmat, dan adzab Allah SWT menanti di akhirat kelak, na’udzubillah min dzalik.

Diberikan oleh-Nya sesuatu dengan takaran sedikit, sesungguhnya adalah ujian bagi kita. Apakah kita layak untuk mendapatkan hal tersebut jikalau takarannya lebih besar?

Alangkah baiknya untuk kita bermuhasabah diri mengenai respon yang kita keluarkan ketika ditimpa suatu cobaan dan respon yang kita keluarkan ketika dikaruniai rezeki atau keutamaan lainnya. Apakah kita sudah menjadi hamba-Nya yang bersyukur? atau malah kufur?

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk kepada kita.
Sebagai pengingat untuk Al-Faqir sendiri.
Wallahu a’lam bish-showwaab.