Masalah selalu dan akan terus menerus hadir dalam hidup kita. Jika diibaratkan, masalah adalah sebuah batu seberat 1 Kg yang dijatuhkan ke bawah. Anggaplah posisi kita ada di bawah tempat batu itu akan jatuh.

Jika yang ada di bawah itu adalah sebuah keramik, sudah bisa dipastikan akan terjadi benturan, keramiknya bisa retak atau bahkan pecah. Namun jika di bawah itu adalah sebuah karpet yang tebal, bisa kita bayangkan tidak akan ada benturan, dan batu itu tidak akan membuat kerusakan pada karpetnya.

Begitupun perumpamaan diri kita ketika ditimpa masalah. Apakah sikap kita keras dan menganggap itu adalah sebuah musibah yang justru mengakibatkan diri kita sakit, atau sikap kita “legowo” menerima dan menganggap masalah yang datang adalah ujian untuk melatih kita agar lebih kuat dan membawa kita to the next level dalam hidup ini.

Masalah Diberikan Pada Orang Yang Tepat

Nabi saja kalau keluar dari masalah, beliau dapat masalah baru. Lha kamu, maunya bebas dari masalah, ya gak bisa. (Gus Baha, dalam sebuah kutipan kata-katanya)

Sebelum membahas lebih jauh, mari kita samakan persepsi tentang arti dari masalah menurut KBBI :

Jadi yang dimaksud masalah adalah hal-hal yang harus diselesaikan. Belum ada tendensi positif atau negatif dari makna tersebut. Sehingga memandang masalah sebagai suatu hal yang positif atau negatif adalah hasil dari persepsi kita pribadi.

Oke, kembali ke kutipan kata-kata Gus Baha di atas.

Apakah karena Nabi Muhammad SAW seorang Nabi, makanya Allah kasih kelebihan agar kuat dalam menghadapi menghadapi tiap cobaan? Nggak juga, pada dasarnya juga beliau manusia biasa.

Justru.. Nabi Muhammad SAW juga punya rasa lelah, namun beliau gak nunjukkin. Semua disandarkan kepada Allah SWT, sehingga beliau tetap kuat berdiri teguh dalam menghadapi tiap masalah yang menghalangi syiar agama Islam.

Justru.. Nabi Muhammad SAW yang jelas-jelas seorang utusan yang paling dicintai Allah SWT—yang namanya bersanding dengan nama Allah SWT di tiang Arsy—yang merupakan makhluk paling mulia—aja dikasih masalah terus menerus sama Allah SWT. Apalagi kita yang hanya manusia biasa-biasa aja, ya kan.

Masalah diberikan kepada orang yang tepat di waktu yang tepat menurut ketentuan-Nya. Percayalah ketika masalah datang, menurut “takaran” Allah kita sanggup menanganinya. Gak mungkin Allah kasih masalah melebihi kemampuan hambanya (QS. Al-Baqarah : 286).

Dengan menganggap masalah sebagai sebuah amanah yang harus dituntaskan, akan membuat kita belajar untuk bertanggung jawab dan sebagai bentuk kepercayaan Allah kepada kita. Sementara itu, jika kita menganggap masalah sebagai tantangan untuk perbaikan diri, akan membuat kita termotivasi untuk menambah hal-hal baik dalam hidup ini.

Masalah Bukan Untuk Dikhawatirkan

Masa lalu adalah pelajaran, hari ini adalah anugerah, masa depan adalah misteri. (Ustadzah Aisyah Farid BSA)

Jangan khawatir sama hal-hal yang belum kejadian, biasanya kekhawatiran itu adalah bentuk suudzon kita kepada Yang Maha Bijaksana.

Khawatir besok gak bisa makan, khawatir uang gajian gak cukup buat hidup sebulan. Padahal yang mencukupi hidup kita itu bukan uang yang kita punya, tapi Rahmat Allah.

Khawatir kalau menikah malah nambah masalah. Kembali ke pembahasan persepsi sebelumnya, kalau kita melihat menikah adalah sebuah amanah yang Allah titipkan maka bisa menjadi ibadah. Memang hukum menikah pada dasarnya adalah mubah namun bisa jadi sunnah asalkan niat kita menikah untuk menjalankan sunnah Nabi Muhammad SAW, dan menikah adalah bentuk ibadah yang terpanjang, sesuai harapan para pengantin baru semoga langgeng seumur hidup sampai akhirat kelak.

Khawatir kalau punya anak di umur sekian nantinya gak bisa nemenin mereka main karena gap usia yang terpaut jauh, padahal belum tentu umurnya akan sampai sesuai dengan yang ia perkirakan, umur gak ada yang tau sampai habisnya di angka berapa, selagi bisa ibadah ya jalanin aja terus.

Bayangkan kalau semua rasa-rasa khawatir itu ada di benak para pejuang kemerdekaan dulu, apakah bisa negeri ini bebas dari penjajah?

Life is not a problem to be solved, but a mystery to be lived. (M. Scott Peck, dalam buku Conversations on Love)

Hidup memang sudah digariskan, rezeki gak akan tertukar, jodoh pun sudah tertulis namanya di lauhil mahfudz. Tinggal bagaimana kita ikhtiar dan tawakkal agar tujuan hidup ini bisa tercapai. Dan sebaik-baiknya tujuan hidup adalah untuk terus beribadah kepada Allah, karena tidak diciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada-Nya.

Masalah Terus Datang, Bagaimana Bisa Hidup Tenang?

Kembali ke pernyataan awal, kalau masalah terus menerus datang, lalu apakah kita bisa hidup tenang?

Ketenangan akan hadir ketika kita merasa aman karena bergantung pada sesuatu. Se-mandiri-mandirinya orang, pasti bergantung pada sesuatu. Minimal bergantung pada rumahnya untuk tinggal menetap, bergantung pada kendaraannya untuk pergi bekerja, atau bergantung pada pakaiannya untuk menutup badan. Maka ketergantungan pada sesuatu itu adalah sifat naluriah yang pasti ada dalam diri setiap orang. Pertanyaannya, apakah kita bergantung pada sesuatu yang tepat?

Umat muslim, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Ikhlas ayat 2 di atas hendaknya bergantung hanya kepada Allah SWT dalam segala kondisi. Susah, senang, sedih, bahagia, semua terjadi atas kehendak-Nya. Surga, neraka, api, air, bumi, matahari, dan semua yang ada, baik yang bisa kita lihat maupun yang tak bisa kita lihat, semua itu adalah ciptaan-Nya. Lalu hendak bergantung kemana lagi kita selain kepada-Nya?

Maka hakikat ketenangan hidup yang sesungguhnya bisa dicapai dengan bergantungnya kita hanya kepada Allah SWT.

Mulailah setiap aktifitas kita dengan Bismillah, sebagai bukti ketergantungan kita dengan menyebut nama-Nya, karena tanpa membersamai-Nya kita tidak bisa melakukan apapun.

Luapkan rasa syukur dengan Alhamdulillah, bukti pengakuan bahwa segala puji hanya milik-Nya yang Maha Agung, yang tidak ada sedetik pun waktu berlalu tanpa ada anugerah dari-Nya.

Tundukkan hati kita dengan Allahu Akbar, bukti bahwa kita sadar posisi sebagai hamba yang selalu butuh perlindungan-Nya, bahwa kuasa-Nya meliputi apapun dalam kondisi apapun, saking besarnya hingga tidak ada yang bisa menandingi kuasa-Nya.

Dengan begitu, setiap masalah yang datang akan dipandang sebagai wujud cinta dari yang maha pemilik cinta, Allah SWT.