Ku Penuhi Panggilanmu Yaa Rabb - Umrah Mandiri, Bagian 3
Kita berjumpa lagi dalam serial tulisan Umrah Mandiri, kali ini kita ada di bagian akhir dari trilogi tulisannya. Bagian terakhir ini menceritakan tentang perjalanan kami di Kota Mekkah, kota kedua kami menjalankan rangkaian ibadah di Haramain sebelum nantinya kembali pulang ke tanah air. Di akhir nanti juga saya lampirkan daftar biaya yang dikeluarkan selama perjalanan Umrah ini.
Tiba di Mekkah
Madinah mengajarkan tentang ketenangan dan rindu yang harus dituntaskan. Mekkah mengajarkan tentang perjuangan, ketidakmampuan kita sebagai hamba, dan rasa tunduk akan kebesaran-Nya
Ungkapan itu menggambarkan suasana perjalanan kami. Selama di Madinah—meskipun baru pertama kali menginjakkan kaki disana—rasanya hati lebih tenang. Tenang dengan suasana kotanya, dengan keteraturan di area Masjid Nabawi, dan tenang karena memang selama di Madinah ibadahnya bebas tidak diatur waktu (maksudnya yang tidak diatur ini selain ibadah wajib ya). Disana pula rasa rindu terpuaskan, bisa dekat dengan sosok mulia Sayyidina Muhammad SAW di kota tempat beliau memperjuangkan agama ini dengan para sahabatnya. Rasa itu seakan menjadi jawaban atas pesan rindu yang selama ini dikirimkan dengan untaian shalawat. Rasa yang sulit diungkapkan dengan kata-kata, hanya bisa dirasakan kalau kita memaknai rasa cintanya Rasulullah SAW kepada kita semua, umatnya yang lahir setelah wafatnya beliau di alam dunia.
Sementara di Mekkah, bahkan sejak awal akan mengambil miqat di Dzulhulaifah pun ada rasa takut dan khawatir di hati ini. Wajar aja karena ini kali pertama bagi kami menjalankan umrah dengan segala peraturan yang mengikatnya. Di momen ini harus saling menguatkan karena kami tidak ada muthawwif yang memandu prosesi ibadah. Hanya mengandalkan panduan (dari guru dan dari buku) serta perlindungan dari Allah SWT, karena hakikatnya pun kami kesini atas izin-Nya, mana mungkin kami ditelantarkan oleh-Nya. Hasbunallahu wa ni’mal wakiil…
Foto diatas menggambarkan sedikit “keriwehan” kami, pakai kain ihram sambil bawa troli dengan 3 koper dan ransel yang didorong di stasiun kereta cepat. Namanya juga umrah mandiri, fisik harus siap buat angkat-angkat, dorong-dorong, kesana-kemari, sendiri. Kami berangkat dari Madinah ke Mekkah ini naik kereta kelas Bisnis, bukan Ekonomi. Sedikit pelajaran yang perlu dicatat kalau tiket HHR lagi promo mendingan segera pesan deh, jangan kayak saya. Pas lagi harga promo tapi pesek tiketnya nanti-nanti. Akhirnya ketika H-1 baru pesan ternyata tiket kelas Ekonomi yang jamnya cocok itu sudah habis dan terpaksa kami harus pesan yang Bisnis. Walaupun harganya lagi promo 50% tapi tetap aja lebih mahal dibandingkan harga kelas Ekonomi tanpa promo.
Kelebihannya HHR kelas Bisnis ini di stasiun keberangkatan kita bisa nunggu kereta di Business Lounge. Di dalamnya bisa ambil makanan dan minuman ringan secara gratis. Nantinya juga dalam kabin kereta kita dapat makanan. Hikmah untuk kami dibalik kelalaian pesan tiket Ekonomi ini ternyata jadi bisa menikmati perjalanan. Maklum kami pun belum beli makan siang juga sejak check-out hotel, miqat, dan perjalanan ke stasiun kereta Madinah. Selalu ada hikmah dibalik setiap kejadian.
Satu tips untuk teman-teman yang ke Mekkah naik HHR, setelah tiba dan keluar area stasiun kita akan ditawarin taksi untuk transportasi ke hotel. Saran saya pesan pakai Careem atau Uber aja karena lebih murah, tapi kita harus jalan ke titik pick-up dulu. Dari pintu keluar stasiun jalan lurus untuk ke eskalator turun, di bawah ada area parkir dan taksi online bisa jemput di area tersebut. Ini gambaran areanya.
Kami menggunakan taksi online Careem untuk menuju Swissotel Makkah tempat kami bermalam selama 5 hari. Hotel ini berada di area “Ring-1” Masjidil Haram, oleh karenanya untuk menurunkan penumpang harus menuju terowongan ke area bawah, tidak turun di pinggir jalan besar di sekitar masjid.
Persiapan Prosesi Umrah
Setibanya di kamar sekitar jam setengah 7 malam, kami istirahat sebentar dan bersiap melangsungkan prosesi Umrah. Di tengah suasana fisik yang lelah setelah perjalanan sekitar 434 km antara kota Madinah-Mekkah, rasa syukur tak terbendung lagi. Meski mata kami belum memandang Masjidil Haram atau Kakbah secara langsung, namun keberadaan kami di kota Mekkah—atas izin-Nya—ini merupakan anugerah yang luar biasa. Barulah sekitar jam 9 malam waktu Saudi kami mulai turun dari kamar hotel. Turun lift dari lantai 9 ke lobby, lalu jalan sedikit keluar Clock Tower untuk sampai di pelataran teras Masjidil Haram.
Ohiya, ada satu ebook yang membahas detail tentang Fiqh Haji dan Umrah dari hasil kajian dengan Syaikh Yusri Rusydi As-Sayyid Jabr Al-Hasani, berikut saya peroleh dari channel Telegram ahbab beliau :
Ebook ini berbahasa arab, jadi untuk yang belum paham bahasa Arab (termasuk saya) butuh bantuan google translate buat artiin ya hehe
Thawaf
Berikut uraian singkat tentang tata cara thawaf yang saya rangkum dari beberapa sumber :
- Mulai dari Hajar Aswad: Mulai tawaf dari sudut Hajar Aswad dan kembali ke Hajar Aswad lagi. Setiap putaran terhitung ketika sudah sampai kembali ke Hajar Aswad. Ketika hendak memulai tawaf, jamaah disunnahkan menghadapkan badan secara penuh ke Ka’bah. Bila sulit atau tidak memungkinkan, boleh dengan posisi miring dengan cukup menghadapkan wajah ke arah kiblat sembari melambaikan tangan diiringi bacaan “Bismillâhi Allâhu Akbar” kemudian mencium tangannya itu.
- Tujuh Putaran: Melakukan tawaf sebanyak tujuh kali putaran. Jika ragu-ragu, maka mengambil bilangan yang paling sedikit untuk selanjutnya menambah. Jika harus ke toilet maka diperbolehkan, dan setelah balik dari toilet melanjutkan hitungan dari titik ia meningalkannya tadi. Putaran ini harus di luar Hijir Ismail, jika masuk dalam Hijir Ismail maka tidak sah hitungannya.
- Menghadapi Ka’bah: Pastikan posisi Ka’bah di sebelah kiri selama melakukan thawaf.
- Membaca Doa Thawaf: Pada dasarnya tidak ada doa khusus ketike thawaf, namun beberapa ulama memberikan saran doa yang bisa dibaca oleh jamaah.
Sebelum berangkat saya sempat sowan ke Syaikhuna KH M. Danial Nafis (Khadim Zawiyah Ar-Raudhah Jakarta, Mursyid Thariqah Shiddiqiyah Darqawiyah Syadziliyah) dan beliau menyarankan bacaan ini ketika kami thawaf nanti.
- Putaran ke-1 : Istighfar atau Sayyidul Istighfar
- Putaran ke-2 : Sholawat “Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammadin ‘abdika wa rasuulika-n-nabiyyil ummiy wa ‘ala ‘alihi wa shahbihi wa sallim”
- Putaran ke-3 : “Laa ilaaha illa-Allah”
- Putaran ke-4 : “Subhanallah wa Alhamdulillah wa Laa ilaaha illaAllah Allahu Akbar”
- Putaran ke-5 : “Hasbunallah wa ni’mal wakil ni’mal maula wa ni’man-nashiir”
- Putaran ke-6 : QS. Al-Insyirah
- Putaran ke-7 : QS. Al-Ikhlas
Tambahan doa ketika berada di antara Rukun Yamani dan sudut Hajar Aswad, bacaannya :
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ وَأَدْخِلْنَا الجَنَّةَ مَعَ اْلأَبْرَارِ, يَا عَزِيْزُ يَا غَفَّارُ يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ“Rabbana atina fid-dunya hasanah, wa fil-akhirati hasanah, wa qina ‘adzaban-nar, wa adkhilnal jannata ma’al abrar, Yaa ‘Aziiz Yaa Ghaffaar Yaa Rabbal ‘Alamiin”
- Mengakhiri di Hajar Aswad: Akhiri thawaf di Hajar Aswad dan membaca doa: “Wattakhodzu mim-maqoomi ibroohiima musholla” (Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat) (QS. Al Baqarah: 125)
- Shalat Sunnah Thawaf: Shalat sunnah dua rakaat sesudah tawaf di belakang (segaris lurus) Maqam Ibrahim.
Selama 7 kali putaran Thawaf saya menggendong Shofiyya dan gandengan sama Istri. Nah disini ada yang harus diperhatikan khususnya umrah mandiri, kalau umrah ikut travel mungkin akan diinfokan sama muthawwif-nya. Penting diketahui kalau kita bermadzhab Syafi’i yang wudhunya batal jika bersentuhan dengan yang bukan mahram, maka harus ber-taqlid ke madzhab lain yang syarat wudhunya tidak batal jika bersentuhan dengan yang bukan mahram. Hampir tidak mungkin kita mempertahankan wudhu dengan madzhab Imam Syafi’i ketika thawaf, ada risiko kepegang, keinjek kakinya, dll. Alhasil wudhunya batal dan harus ambil wudhu lagi. Makanya taqlid untuk wudhu ke madzhab lain sangat penting untuk kelancaran thawaf. Kita bisa “pindah sementara” ke madzhab Hanafi atau Maliki. Cara aplikasinya tentu kita harus memahami syarat sah wudhu dan ketentuan yang membatalkan wudhu di madzhab yang kita tuju tersebut.