Sumber gambar : Dokumentasi pribadi


Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Rasulullah SAW beserta ahli keluarga dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Kilas balik

Waktu kelas 9 di MTs dulu saya punya seorang sahabat. Dulu kami sekelas. Bahkan sekelasnya mulai dari kelas 7. Dia tipikal siswa yang biasa-biasa aja. Tetapi ada 1 hal yang membuat dia berbeda. Dia punya hobi yang unik dibandingkan dengan siswa lain. Hobinya adalah sholawatan.

Waktu jam istirahat atau waktu kelas kosong tidak ada gurunya, sambil memegang kitab kumpulan sholawat, dia dengan asyiknya sholawatan. Suaranya bisa dibilang cukup bagus, cocok dengan lantunan sholawat yang dia bawakan. Ketika siswa-siswa lain mungkin asyik mendendangkan lagu hits atau lagu barat yang jadi favoritnya, sahabat saya ini malah asyik dengan sholawatnya.

Ketika itu saya sempat berfikir, “Ini orang mau pamer kali ya, riya’ ini kayaknya, biar dibilang ‘alim suka sholawatan, atau mungkin dia pamer suaranya yang bagus itu”. Satu dua kali saya diemin aja dulu, tapi lama kelamaan rasanya risih juga. Akhirnya pas dia lagi sholawatan, saya iseng deketin dia sambil bertanya tentang apasih alasan dia suka sholawatan? kenapa harus di dalem kelas? dan kenapa ibadah kok dipamerin di depan orang?

Jawaban dia simpel, dia suka sholawatan karena sholawat kepada Rasulullah SAW itu wajib. Bahkan Allah SWT dan para malaikat pun bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW, seperti yang difirmankan Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 56 yang artinya, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersholawat (memuji dan berdoa) ke atas Nabi (Muhammad SAW). Wahai orang-orang yang beriman berselawatlah kamu ke atasnya serta ucapkanlah salam dengan penghormatan kepadanya”. Lalu kenapa kita ummatnya tidak mau bersholawat. Pertanyaan kedua juga dia jawab dengan tenang, alasannya adalah karena dia suka sholawatan, dan dia salah seorang vokalis di tim hadroh majelis ta’limnya, makanya sering latihan buat suaranya. Setelah itu perbincangan selesai, walaupun masih menyisakan pertanyaan terakhir yang belum terjawab : Kenapa ibadah kok dipamerin di depan orang?

Singkat cerita, dialah orang yang pertama kali mengajak saya untuk ikut ke Majelis Rasulullah SAW di Jakarta. Setelah saya sempat terganggu dengan hobinya yang unik di kelas, akhirnya saya malah ikutan menyukai hobinya ini. Dulu saya berprasangka dia ini riya’, tukang pamer. Kemudian saya mulai meragukan prasangka awal tersebut. Apakah yang dia lakukan itu beneran pamer?

Perlahan-lahan jawaban dari pertanyaan saya yang belum terjawab di awal tadi mulai terjelaskan. Boleh jadi ada misi tersembunyi yang dijalankan oleh sahabat saya dibalik hobi yang sering dia lakukan, yaitu misi dakwah. Dakwah memang jadi tanggung jawab ummat, bukan hanya tanggung jawab para ustadz dan kiai, begitu yang saya dengar dari beberapa penceramah. Dan jika yang dilakukan sahabat saya adalah dakwah, maka dakwahnya bisa dibilang berhasil karena saya pun ikut suka sholawatan, ikut suka datang ke majelis karena ajakan yang dia lakukan, meskipun ajakannya secara tersirat.

Boleh jadi selama ini saya hanya prasangka buruk terhadap kebiasaannya yang suka mendendangkan sholawat tanpa kenal waktu di dalam kelas. Tanpa saya tau niat sesungguhnya dari apa yang dia lakukan. Boleh jadi bukan dia yang riya’, melainkan saya yang iri karena tidak punya suara sebagus dia. Boleh jadi sisi negatif bukan ada pada dirinya, melainkan ada dalam hati saya, karena saya sudah suudzon dan iri dengan dia. Pada titik itu saya mulai tersadarkan. Bahwa dalam kehidupan selalu ada rahasia dibalik rahasia, yang hanya bisa kita singkap rahasia tersebut jikalau kita mau melihat sisi lain dari apa yang tampak di depan mata.

Ibadah adalah rahasia Hamba dengan Rabb-nya

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fathul Baari berkata: “Riya’ ialah menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu”.

Riya’ adalah penggugur sebuah amalan. Tidak akan ada artinya sebuah amalan yang dibumbui dengan riya’ khafiy (riya’ yang samar) dan riya’ jalliy (riya’ yang jelas) karena sesungguhnya semua amalan kita harusnya Lillahi ta’ala. Hanya untuk Sang Khalik semata, bukan untuk dipamerkan kepada makhluk agar mendapat pujian dan pengakuan yang tinggi dari makhluk.

Yang terjadi di era jaman now adalah ibadah yang dipublikasikan di sosial media. Mungkin telah sering kita lihat sebuah tulisan, foto, atau video yang menggambarkan kalau si pemilik tulisan itu akan, sedang, dan telah melakukan suatu ibadah. Foto lagi di majelis ta’lim, video rekaman membaca Al-Qur’an, rekaman suara sholawatan, tulisan quotes yang diambil dari sebuah kitab, dan lain sebagainya. Tentu kita dari sisi yang melihat pasti memiliki beragam tanggapan. Kalau kita beranggapan bahwa ibadah adalah rahasia hamba dengan Rabb-nya, maka hal yang ada di sosial media tersebut sangat bertentangan.

Tetapi sebelum melangkah lebih jauh, tidak ada salahnya untuk kita mencari tau apa yang sebenarnya si pembuat tulisan di sosial media maksudkan. Seperti cerita saya di awal tadi, saya tidak tau apa sebenarnya niat sahabat saya sholawatan di dalam kelas. Yang tau niat tersebut hanyalah dia dan Allah SWT. Dan saya pun tidak berhak untuk tau. Kalau sholawatan di kelas itu adalah sebuah ibadah, biarkan niat ibadah sholawatannya itu menjadi rahasia antara dia dengan Rabb-nya. Mudah-mudahan niatnya ikhlas Lillahi ta’ala.

Sebagai pelaku ibadah tentunya kita harus berhati-hati jika menampakkan sebuah ibadah, baik menampakkannya secara sengaja ataupun tidak sengaja. Karena sedikit saja terbesit niat untuk memperoleh pujian dari orang lain, itu sudah termasuk riya’ yang samar dan bisa menjadi perbuatan syirik kecil. Bisa menjadi perbuatan syirik kecil karena tujuan ibadah kita bukan kepada Allah SWT, melainkan kepada makhluk karena ingin dipuji atau ingin dipandang sebagai ahli agama. Dan syirik adalah perbuatan dzalim yang besar, seperti yang tertuang dalam firman Allah SWT surat Luqman ayat 13.

Jika hal tersebut diniatkan sebagai dakwah, InsyaAllah akan ada manfaatnya. Seorang Habib (saya lupa siapa yang mengatakan) pernah berkata, “Jangan kalian malu menggunakan jaket dan atribut Majelis Rasulullah di jalan-jalan ketika akan mengikuti majelis, karena itu merupakan syiar dakwah tentang majelis Rasulullah SAW”. Dan jangan khawatir ketika penyampaian yang kita lakukan diberikan respon negatif. Rasulullah SAW saja sudah mencontohkan bahwa dalam penyampaian agama itu tidaklah mudah, beliau dicaci maki, dilecehkan, bahkan dilukai secara fisik namun tetap tegar menyampaikan ajaran dari Allah SWT. Pada intinya tetaplah berbuat kebaikan, selama kita yakin ada manfaatnya dan kita niatkan ikhlas Lillahi ta’ala.

Di sisi lain, sebagai audiens sebaiknya kita juga berhati-hati dalam menjaga hati. Tentu sebagai menusia tidak luput dari kesalahan dan dosa. Apalagi penyakit hati seperti suudzon, iri, hasud, dengki memang sulit untuk dikendalikan. Alangkah indahnya hidup jika kita memandang hal-hal yang terjadi di sekitar kita merupakan sebuah pelajaran. Sebagaimana hakikat seorang pelajar, tentu kita harus memperhatikan dengan seksama dan memperdalam pelajaran tersebut agar kita bisa ambil manfaat darinya.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk kepada kita.
Sebagai pengingat untuk Al-Faqir sendiri.
Wallahu a’lam bish-showwaab.