Alangkah indahnya hidup jika kita memandang hal-hal yang terjadi di sekitar kita merupakan sebuah pelajaran. Sebagaimana hakikat seorang pelajar, tentu kita harus memperhatikan dengan seksama dan memperdalam pelajaran tersebut agar kita bisa ambil manfaat darinya.

Begitupun dengan kehilangan, ia mengajarkan kita bahwa sesuatu bukan hanya berharga ketika sudah tiada, tetapi juga mengajarkan tentang bagaimana seharusnya kita bersikap setelah ketiadaannya. Apakah kita menyikapinya dengan baik dan akan mendapatkan pengganti yang lebih baik, atau hanya berharap mendapatkan pengganti yang baik namun sikap kita tidaklah baik, tidak berhasil mengambil hikmah pembelajaran dari peristiwa ada dan tiada.

Ada dan tiada adalah hal yang mutlak, layaknya angka biner, 0 atau 1. Tidak ada yang berdiri diantaranya, tidak ada yang samar. Ada dan tiada selalu beriringan, mulai dari keberadaannya hingga nanti pasti ia akan tiada. Ada dan tiada adalah sifatnya makhluk, ia diciptakan sehingga ada dan ia dimatikan sehingga menjadi tiada. Dan jika setiap kejadian dalam hidup adalah pelajaran, maka ada dan tiada bisa jadi satu mata pelajaran penting yang perlu kita dalami dan diambil ilmunya.

Mari kita pandang langit yang memayungi bumi beserta isinya. Horizon yang membentang dari timur ke barat dan selatan ke utara. Perhatikan dua benda langit yang bersanding mesra dalam perbedaan waktu, yaitu matahari dan bulan. Matahari dan bulan adalah elemen keseimbangan yang esensial dalam kehidupan manusia. Setiap pagi matahari ada, ia terbit dan sore harinya ia akan tiada, ia tenggelam dan diikuti bulan yang menampakkan diri. Menjelang pagi bulan akan tiada, berganti lagi dengan adanya matahari terbit. Begitu seterusnya hari-hari secara normal berlalu.

Ada dan tiadanya matahari dan bulan membentuk sebuah keteraturan, bahwa ada sistem yang mengatur rotasi dan revolusi, mengatur hubungan antara bumi, bulan, dan matahari. Dari keteraturan itu bisa kita tarik pelajaran bahwa setiap ada pasti akan tiada, setiap ada dan tiada memiliki makna, serta dalam peristiwa ada dan tiada pasti ada kuasa yang mengatur segalanya.

Tiga Level Dalam Mengambil Hikmah

Tidak semua orang mampu mengambil pelajaran dari sebuah kehilangan, terutama kehilangan sesuatu atau seseorang yang disayanginya. Saya pun pernah mengalaminya dan dari pengalaman itu saya membagi respon kehilangan menjadi tiga level.

Level pertama dari kehilangan adalah ia tidak bisa mempercayai kenyataan bahwa ia telah kehilangan, hatinya belum siap dengan ketiadaan, dan cenderung menolak realita yang ada. Di level ini ia harus mampu mengendalikan emosinya dan menyadari bahwa selain meratapi kehilangan masih ada hal-hal lain yang lebih penting untuk ia lakukan. Baru kemudian setelah hatinya mulai lapang maka ia akan naik ke level selanjutnya.

Level kedua dari kehilangan adalah ia mulai merelakan. Ia mulai bisa mendamaikan perselisihan antara hati dengan apa yang terjadi. Hatinya sudah terlatih dengan ketiadaan. Sedih adalah hal yang wajar akan tetapi sewajarnya saja. Seringkali di level ini ia mulai melihat sesuatu yang tersingkap di balik peristiwa kehilangan yang dialaminya. Ketika ia mulai mencari tau hal tersebut maka ia akan naik ke level berikutnya.

Level ketiga dari kehilangan adalah ia bisa mengambil hikmah pembelajaran dari peristiwa ada dan tiada. Ia mampu mengulang kenangan tanpa terbawa emosi, mengulang kenangan hanya untuk mengambil makna pertemuan dan perpisahan, lalu ia kaitkan dengan hakikat keimanan. Ia yakin sepenuh hati bahwa setiap pertemuan akan ada perpisahan, keduanya pasti berdampingan, dan dibaliknya ada makna yang indah untuk dirinya dan untuk yang pergi darinya. Harapan dan doa terbaiknya akan selalu mengiringi kepergian sebagian pengisi hati dan pikirannya. Hingga yang ada adalah senyuman ketika mengingat memori tentangnya.

Mengambil Hikmah Dari Kehilangan

Seberapa kuat kita menganggap punya kendali dalam hidup, nyatanya tetap ada kekuatan Maha Dahsyat yang mengendalikan.
Sekuat apapun kita coba mempertahankan, jika sudah saatnya ia pergi maka ia pasti akan pergi dengan pamit ataupun pergi begitu saja karena ketetapan-Nya adalah hal yang mutlak. Sebagai makhluk kita hanya bisa berusaha dan berdoa, selanjutnya kehendak-Nya yang memutuskan. Ditutup dengan prasangka baik bahwa hal itu adalah yang terbaik untuk kita dan untuknya.

Jika ia ada pasti ia akan tiada, sifat makhluk tak mungkin luput dari binasa
Setiap yang bernyawa pasti akan mati (QS. Ali Imran: 185). Keabadian hanyalah dongeng yang diceritakan turun-temurun kepada anak-anak. Pahami hakikat manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada-Nya (QS. Adz Dzariyat: 56). Bukan memperoleh harta sebanyak-banyaknya, bukan mencari pasangan hidup yang sempurna, tapi semua usaha kita di dunia seharusnya tetap bermuara pada pengabdian kepada-Nya. Tanggal kematian setiap insan sudah tertulis rapih, tak ada satupun yang mengetahui kapan dan bagaimana akhir dari hidupnya. Tinggal kita berdoa semoga sisa umur ini penuh dengan keberkahan dan akhir hayat nanti dicabut nyawa dari raga dengan senyuman. Jadikan maut sebagai pelajaran bahwa dunia hanyalah sementara karena akhiratlah tujuan kita sebenarnya. Untuk orang terkasih yang sudah meninggalkan kita, doa terbaik usahakan selalu dikirimkan kepadanya. Jadikan sebagai hadiah untuk menerangi alam kuburnya.

Sedikit hikmah kehilangan terkait cinta.
Yang dicinta kan pergi, tetapi pemilik separuh tulang rusuk pasti akan kembali.
Ketika cinta diberikan kepada yang bukan semestinya menerimanya, jangan heran kalau ia akan pergi, karena memang belum saatnya, atau bukan ia orangnya. Maka jangan asal memberikan cinta sampai Yang Maha Pemilik Cinta terlupa tidak diberikan porsi cintanya. Bisa jadi cinta telah dipergunakan tidak sesuai dengan fitrahnya. Jangan khawatir, nama pasangan hidup sudah terukir, bahkan sejak kita lahir, dan pada saat yang menurut-Nya tepat kedua makhluk ini akan dipertemukan sesuai takdir.

___

Hidup berawal dari ada hingga saatnya nanti akan tiada. Kita pun pada saatnya nanti akan tiada, entah orang-orang terdekat akan merasa kehilangan atau biasa saja. Tergantung pada ada atau tiadanya perbuatan baik kita selama ada sebelum tiada.